Makalah Film yang terkait dengan Manusia dan Penderitaan serta Manusia dan Keadilan



KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang  Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah. Makalah ini membahas “Film yang mencakup nilai-nilai Manusia dan Penderitaan serta mencakup juga aspek Manusia dan Keadilan” 
 Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang                sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.








Depok,   29 Mei  2014


 Penulis
( Muhammad Abi Arifianto)




Gie (2005) adalah sebuah film garapan sutradara Riri Riza. Gie mengisahkan seorang tokoh bernama Soe Hok Gie, mahasiswa Universitas Indonesia yang lebih dikenal sebagai demonstran dan pecinta alam.
Film ini diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya Gie sendiri, namun ditambahkan beberapa tokoh fiktif agar ceritanya lebih dramatis. Menurut Riri Riza, hingga Desember 2005, 350.000 orang telah menonton film ini. Pada Festival Film Indonesia 2005, Gie memenangkan tiga penghargaan, masing-masing dalam kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik (Nicholas Saputra), dan Penata Sinematografi Terbaik (Yudi Datau).
Sinopsis
Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta. Sejak remaja, Hok Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Semangat pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya membaur di dalam diri Hok Gie kecil dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh keadilan dan kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang lain. Bahkan sahabat-sahabat Hok Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang bertanya "Untuk apa semua perlawanan ini?". Pertanyaan ini dengan kalem dijawab Soe dengan penjelasan akan kesadarannya bahwa untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Semboyan Soe Hok Gie yang mengesankan berbunyi, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan."

Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Soe juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Film ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan ini tercapai.
Tokoh tambahan
Tan Tjin Han, figur yang menjadi sahabat Gie semasa kecil, adalah seorang tokoh fiktif yang diilhami oleh dua orang sahabat Hok Gie, Djin Hok dan Effendi. Dari buku harian Hok Gie memang terdapat referensi tentang Djin Hok yang menjadi korban kekerasan tantenya, tetapi di masa dewasa Hok Gie namanya tak pernah lagi disebut-sebut. Teman Hok Gie yang menjadi korban razia PKI adalah Effendi.
Ira dan Sinta adalah dua perempuan yang mewakili wanita-wanita dalam hidup Hok Gie. Meskipun Hok Gie memang pernah berpacaran dengan beberapa gadis UI, Ira dan Sinta dalam film ini adalah tokoh-tokoh fiktif. Riri Riza, pembuat film ini bahkan menyempatkan diri ke luar negeri untuk mewawancarai salah seorang wanita yang pernah dekat dengan Soe, tetapi beliau menolak untuk membiarkan identitasnya diketahui publik dan tidak mau membeberkan detail-detail hubungan mereka dengan Hok Gie. Buku harian Hok Gie memang menyebutkan keterlibatannya dengan tiga perempuan, tetapi tidak dengan jelas menyatakan apakah dia memang mencintai salah satu di antara mereka.
Ira adalah seorang wanita muda yang cerdas dan hidup dengan semangat pejuang untuk impian-impian idealistis yang juga dimiliki Hok Gie. Ira adalah sahabat dan pendukung Hok Gie yang paling setia dan selalu hadir, baik saat Gie sedang kerja maupun main. Sempat terlihat tanda-tanda asmara yang subtil antara Hok Gie dengan Ira, tetapi baru sekali kencan keduanya sudah tidak berani melanjutkannya menjadi sebuah kisah cinta.
Selang beberapa tahun, muncullah seorang gadis menawan bernama Sinta. Orang tua Sinta yang berada mengagumi karya-karya tulis Hok Gie. Jelas terlihat bahwa Hok Gie dan Sinta secara fisik memang tertarik satu sama lain, tetapi tidak berhasil menjalin hubungan hati-ke-hati yang mantap. Kelihatannya Sinta sekadar suka ditemani Hok Gie dan bangga menjadi pacar seorang tokoh yang dihormati, tetapi sebenarnya tidak betul-betul peduli dengan hal-hal yang menjadi obsesi hati Hok Gie. Sebaliknya, Hok Gie tidak tahu bagaimana mengambil hati Sinta dan merasa tidak puas dengan hubungan mereka. Kehadiran Sinta menimbulkan kerikuhan antara Gie dengan Ira.
Kisah cinta Hok Gie dan Sinta mungkin diilhami oleh pacar Hok Gie yang terdekat. Pacar Hok Gie adalah putri sebuah pasangan kaya yang mengagumi karya-karya Hok Gie. Namun, begitu hubungan Hok Gie dengan pacarnya semakin intim, orang tua si gadis mulai membuat-buat dalih untuk menghalang-halangi putrinya dan Hok Gie untuk saling bertemu. Menurut orang tuanya, adalah terlalu riskan bila sang putri menikahi seorang pria yang keuangannya sulit dan sering menjadi target intimidasi dan macam-macam ancaman.
Film ini menggambarkan Ira sebagai perempuan yang selalu siap bergabung dengan para lelaki untuk naik gunung. Saat Hok Gie cs. menaiki Gunung Semeru, hadirlah seorang perempuan bernama Wiwiek Wiyana--tokoh yang tidak pernah disebut-sebut dalam film. Akan tetapi, apakah pengilhaman karakter Ira ada hubungannya dengan Maria bisa diragukan, karena menurut film ini, sementara Hok Gie naik ke Semeru, Ira sedang bersantai di rumahnya ditemani alunan tembang romantis yang membangkitkan cerita lama.
Tokoh-tokoh tambahan lainnya antara lain Denny (salah seorang sahabat Hok Gie yang periang, lucu, dan ramai), Jaka (tokoh PMKRI yang kemungkinan besar adalah Cosmas Batubara ) dan Santi.
KELEBIHAN :

Film ini mempunyai kelebihan yang mengakibatkannya  menjadi populer. Kelebihannya adalah aktor yang berperan sebagai Soe Hok Gie ada Nicholas Saputra. Sebelum berperan sebagai Soe Hok Gie, Nicholas Saputra memang sudah cukup terkenal, sehingga  ia juga merupakan salah satu faktor yang membuat orang ingin menontonnya dan juga menjadikan film Gie  menjadi populer. Lagu-lagu  yang terkenal di tahun 1960 yang digunakan dalam film ini juga menjadi daya tarik film ini. Dengan memakai lagu-lagu yang terkenal pada tahun 1960-an, terlihat jelas kalau latar belakangnya adalah situasi  tahun 1960-an, seperti ketika temannya Gie menyanyikan lagu “Donna Donna Donna”. Selain ini, masih ada banyak kelebihan dari film tersebut.

Film Gie adalah penggambaran HAM pada masa Soekarno. Film ini menunjukkan bagaimana seorang mahasiswa berjuang untuk mendapatkan HAM untuk rakyat Indonesia yang pada masa itu telah diacuhkan. Dari film ini, penonton bisa melihat keadaan yang kacau pada pemerintahan Soekarno yang seringakali disembunyikan dari media massa. Dari alasan-alasan politik, pemerintahan Soekarno berhasil menutupi hal-hal buruk yang mereka lakukan dari rakyat Indonesia sehingga sampai sekarang pun masih tidak jelas keadaan pada masa pemerintahan Soekarno. Ini membuktikan bahwa sampai sekarang pun masih ada cencorship yang menyembunyikan kebenaran dari rakyat Indonesia. Film ini menunjukkan sekilas apa yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno. Film ini juga telah memenangkan tiga penghargaan dan salah satunya adalah untuk film terbaik. Film ini sangat direkomendasikan untuk melihat sejarah Indonesia dan keadan ketika Soekarno menjadi presiden.

KEKURANGAN :

Kekurangannya seperti ketidakjelasannya kematian Soe Hok Gie dan keanehan pada beberapa bagian dari filmnya. Ketika Soe Hok Gie mendaki gunung untuk terakhir kalinya, seharusnya ia bersama teman-temannya. Tetapi, di film tersebut ia hanya sendiri. Di bagian ahkir filmnya, temannya Gie juga mempunyai surat yang ditulis untuk Ira, teman perempuannya Gie. Bagaimana temannya bisa mempunyai surat terahkir dari Gie jika ia tidak bersama dengan Gie ketika ia meninggal? Ini adalah keanehan dari film tersebut. Walaupun tidak mengubah inti dari cerita, penonton yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya terjadi akan bingung karena tidak dijelaskan mengapa temannya Gie bisa mempunyai surat terahkirnya jika ia tidak mendaki gunung bersamanya. Maka dari itu, ini adalah kekurangan karena film ini kurang tepat pada fakta yang sebenarnya terjadi dan mengakibatkan keanehan pada akhirnya.
Dalam film ini mencakup 2 aspek, yaitu aspek Manusia dan Penderitaan serta Manusia dan Keadilan. Mengapa demikian? seperti yang sudah di jelaskan, dalam film ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan ini tercapai. Dalam film ini sosok Soe Hok Gie merasa menderita karena ia merupakan seorang mahasiswa berjuang untuk mendapatkan HAM untuk rakyat Indonesia yang pada masa itu telah diacuhkan.
Pengertian Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya  menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan dapat berupa penderitaan lahir atau batin atau lahir dan batin. Penderitaan termasuk realitas manusia dan dunia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat, ada yang ringan. Namun peranan individu juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu pristiwa  yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit kembali bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencpai kenikmatan dan kebahagiaan.
Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keaadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati. Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Sumber :


0 komentar:

Posting Komentar

 

Translator

Blogroll

-

About